Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PMII Samarinda Desak DPRD Menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja



Beritabaru, Samarinda – Pengesahan UU Cipta Kerja dipercepat, semula dijadwalkan pada 8 Oktober 2020. Tetapi, kemudian disahkan menjadi UU pada Senin (5/10/2020) lalu, ditengah masa pandemi COVID-19. Konon katanya, UU Cipta Kerja akan mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan.

Ketua PC PMII Samarinda Ajie Faisal Melihat hal tersebut, menilai dengan adanya UU Cipta Kerja, DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja bukan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Terutama untuk rakyat yang terkena dampak UU tersebut.

“Untuk itu, PC PMII Samarinda menolak keras UU Cipta Kerja menuntut agar dicabut UU tersebut. Melalui aksi jalur langit, Berdoa dan Istigosah di depan kantor DPRD Kota Samarinda. Berharap agar para perwakilan rakyat kita tersadar bahwasanya mereka dari rakyat dan untuk rakyat.

Istigosah dan Do’a Bersama (dihadiri 3 Anggota Dprd Kota Samarinda)

Ajie Faisal menegaskan akan terus mendesak agar pemerintah di lingkungan Kota Samarinda menyatakan menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut. Sebab produk ini cacat secara hukum, karena selama ini DPR dan Pemerintah telah secara diam-diam membahas UU Cipta Kerja dan dadakan untuk mengesahkannya. Sehingga tidak mencerminkan pemerintahan yang baik pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan di akal-akali dengan UU Cipta Kerja.

Maka berikut 9 point penolakan PC PMII Samarinda terhadap Substansi UU Cipta Kerja dan juga Sikap PC PMII Samarinda:

Point-point Penolakan Subtansi PC PMII Samarinda terhadap UU Cipta Kerja:

  1. PC PMII Samarinda Kecewa karena DPR dan Pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat ditengah pandemic covid-19 dan tidak fokus untuk mengurus dan menyelesaikan persoalan covid-19, justru membuat regulasi yang merugikan buruh dan rakyat. Tetapi, justru membuat regulasi yang menguntungkan para investor dan pengusaha.
  • PC PMII Samarinda mengatakan DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja, dengan dalil mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan.
  • PC PMII Samarinda berpendapat Proses Pembentukan UU Cipta Kerja tidak partisipatif dan eksklusif. Seharusnya, proses pembuatannya dilakukan dengan para pekerja untuk menyerap aspirasi pihak pekerja yang diatur.Proses pembentukannya melanggar prinsip kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak mencerminkan asas keterbukaan sesuai Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Terlebih, pembentukan dan pengesahannya dilakukan ditengah pandemic covid-19. 
  • PC PMII Samarinda merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan menjauhkan dari cita-cita reformasi regulasi. Sebab, pemerintah dan DPR berkilah bahwa RUU Cipta Kerja akan memangkas banyak aturan yang dinilai over regulated. Namun, faktanya nantinya akan banyak pendeligasian pengaturan lebih lanjut pada peraturan pemerintah seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang justru dikhawatirkan akan memakan waktu lama menghambat pelaksanaan kegiatan yang ada didalam UU Cipta Kerja.
  • PC PMII Samarinda mengatakan DPR dan Pemerintah tidak pro terhadap rakyat kecil khususunya buruh, sebab terdapat beberapa pasal-pasal bermasalah dan kontroversial yang ada didalam Bab IV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, yakni Pasal 59 terkait Kontrak tanpa batas; Pasal 79 hari libur dipangkas; Pasal 88 mengubah terkait pengupahan pekerja; Pasal 91 aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja; Pasal 169 UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja atau buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK), jika merasa dirugikan oleh perusahaan;
  • PC PMII Samarinda merasa miris DPR dan Pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja karena UU Cipta Kerja mengapus mengenai kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA). Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, TKA akan lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), tanpa izin lainnya.
  • PC PMII Samarinda berpendapat UU Cipta Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik (good governance). Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan di akal-akali dengan UU Cipta Kerja.
  • PC PMII Samarinda sangat kecewa UU Cipta Kerja menghilangkan point keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal. Sangat jelas disini, DPR dan Pemerintah berpihak pada kepentingan korporasi dan oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni mensejahterakan rakyat.
  • PC PMII Samarinda juga kecewa DPR dan Pemerintah mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Hal ini termuat dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja.

Maka dari itu, PC PMII Samarinda Menolak UU Cipta Kerja dengan menyatakan : 

  1. PC PMII Samarinda menolak UU Cipta Kerja. Sebab UU Cipta Kerja tidak pro terhadap rakyat kecil, sedangkan PMII sangat dekat hubungannya dekat masyarakat akar rumput.
  2. PC PMII Samarinda mengecam segala tindakan represif terhadap aktivis dan mahasiswa dalam melakukan penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja
  3. PC PMII Samarinda menuntut agar DPRD dan Pemerintah untuk berpihak kepada rakyat. (ArifNawawi)